Minggu, 22 Desember 2013

kondisi sistem transportasi di jakarta

Kalau ditanya masalah soal transportasi di Jakarta hampir semua akan menjawab sama, kemacetannya luar biasa. Saya juga sudah sering menyinggung masalah kemacetan Jakarta di beberapa tulisan saya yang lainnya. Saya merasa tidak berimbang  jika hanya mengulas masalahnya terus tanpa ada solusi. Bukan hanya Jakarta sebenarnya, kota lain di Indonesia juga tidak luput sama masalah kemacetan. Bahkan kota-kota yang selama ini termasuk kategori kota paling nyaman seperti Jogja dan Bali tak luput dari kemacetan.
Program untuk mengatasi kemacetan Jakarta oleh Jokowi mengedepankan sistem transportasi massal. Yah kebijakan ini boleh dikatakan sudah kadaluarsa di negara maju seperti Eropa. Atau contoh paling dekatnya adalah negara Malaysia. Tapi bukan berarti program Jokowi tidak bermanfaat untuk Jakarta. Tidak ada yang salah dengan program Jokowi, iklim politik di Indonesia berbeda dengan dengan negara lain. Kalau di Indonesia setiap kementrian bisa punya standar yang berbeda untuk satu pembahasan yang sama. Contohnya, peraturan penetapan standar kemiringan lereng antara kemenpu dan kemenpertanian memiliki perbedaan.
Begitupula dengan kebijakan kementerian perindustrian terkait mobil murah, bukankah Jakarta akan dibebaskan dari kemacetan, sekarang malah ada program mobil murah. Kita kembali pada bahasan mengenai sistem transportasi massal di Jakarta seperti MRT (Mass Rapid Transit), merupakan salah satu transportasi massal paling mutakhir untuk Jakarta. MRT dapat menampung penumpang dalam jumlah besar dan bergerak sangat cepat. MRT dinilai sebagai solusi kemacetan bagi masyarakat perkotaan yang memiliki mobilitas cukup tinggi.
Namun pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah dengan MRT saja sudah cukup untuk mengatasi permasalahan di Jakarta?. jawabannya tentu tidak. Khusus MRT ini akan memecahkan masalah kemacetan yang berada di ruas jalan utama. Untuk transportasi pendukung yang berada di kawasan pemukiman, pusat kegiatan dagang dan jasa, pendidikan dan fungsi kawasan lainnya membutuhkan moda transportasi yang terintegrasi (connected) dengan MRT.
Ibaratnya seperti ini, ketika anda keluar rumah menuju lokasi tempat kerja atau sekolah dan pusat perbelanjaan, kita tidak akan langsung menemukan MRT. Oleh karena itu kita butuh transportasi massal lainnya yang bisa memudahkan pengguna menuju stasiun MRT. Pada dasarnya, sekalipun tersedia MRT tapi transportasi pendukung lainnya tidak optimal, masyarakat pasti lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu saya mencoba memperkenalkan sistem TOD (Transit Oriented Development/TOD), Tradisionel Neighbourhood Development (TND).


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar