Kalau ditanya masalah soal transportasi di Jakarta hampir
semua akan menjawab sama, kemacetannya luar biasa. Saya juga sudah sering
menyinggung masalah kemacetan Jakarta di beberapa tulisan saya yang lainnya.
Saya merasa tidak berimbang jika hanya mengulas masalahnya terus tanpa
ada solusi. Bukan hanya Jakarta sebenarnya, kota lain di Indonesia juga tidak
luput sama masalah kemacetan. Bahkan kota-kota yang selama ini termasuk
kategori kota paling nyaman seperti Jogja dan Bali tak luput dari kemacetan.
Program untuk mengatasi kemacetan Jakarta oleh Jokowi
mengedepankan sistem transportasi massal. Yah kebijakan ini boleh dikatakan
sudah kadaluarsa di negara maju seperti Eropa. Atau contoh paling dekatnya
adalah negara Malaysia. Tapi bukan berarti program Jokowi tidak bermanfaat
untuk Jakarta. Tidak ada yang salah dengan program Jokowi, iklim politik di
Indonesia berbeda dengan dengan negara lain. Kalau di Indonesia setiap
kementrian bisa punya standar yang berbeda untuk satu pembahasan yang sama.
Contohnya, peraturan penetapan standar kemiringan lereng antara kemenpu dan
kemenpertanian memiliki perbedaan.
Begitupula dengan kebijakan kementerian perindustrian
terkait mobil murah, bukankah Jakarta akan dibebaskan dari kemacetan, sekarang
malah ada program mobil murah. Kita kembali pada bahasan mengenai sistem
transportasi massal di Jakarta seperti MRT (Mass Rapid Transit), merupakan
salah satu transportasi massal paling mutakhir untuk Jakarta. MRT dapat
menampung penumpang dalam jumlah besar dan bergerak sangat cepat. MRT dinilai
sebagai solusi kemacetan bagi masyarakat perkotaan yang memiliki mobilitas
cukup tinggi.
Namun pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah dengan MRT
saja sudah cukup untuk mengatasi permasalahan di Jakarta?. jawabannya tentu
tidak. Khusus MRT ini akan memecahkan masalah kemacetan yang berada di ruas
jalan utama. Untuk transportasi pendukung yang berada di kawasan pemukiman,
pusat kegiatan dagang dan jasa, pendidikan dan fungsi kawasan lainnya
membutuhkan moda transportasi yang terintegrasi (connected) dengan MRT.
Ibaratnya seperti ini, ketika anda keluar rumah menuju
lokasi tempat kerja atau sekolah dan pusat perbelanjaan, kita tidak akan
langsung menemukan MRT. Oleh karena itu kita butuh transportasi massal lainnya
yang bisa memudahkan pengguna menuju stasiun MRT. Pada dasarnya, sekalipun
tersedia MRT tapi transportasi pendukung lainnya tidak optimal, masyarakat
pasti lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu saya mencoba
memperkenalkan sistem TOD (Transit Oriented Development/TOD), Tradisionel
Neighbourhood Development (TND).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar