· Banjir
Sebelum dan Setelah Kepemimpinan Jokowi
Titik
banjir di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo alias Jokowi
diklaim lebih sedikit daripada masa pemerintahan Fauzi Bowo alias Foke.
Titik-titik banjir di Ibukota pada masa Jokowi jumlahnya hanya separuh dari
titik banjir saat Foke memimpin.
“Titik
banjir di zaman Foke awalnya 78, terus ada BKT turun jadi 62. Zaman Pak Jokowi
turun lagi jadi 45 dan sekarang sudah 35 titik,” kata Kabid Pencegahan dan
Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Danang Susanto di
Balaikota DKI Jakarta.
genangan
yang ada di kawasan Pluit juga jauh berkurang setelah program normalisasi waduk
dilakukan oleh Jokowi. Begitu pula titik banjir di Jalan Sudirman-Thamrin sudah
tidak terdampak banjir pada musim banjir kali ini.
musim
hujan pada tahun ini belum mencapai puncaknya. Terlebih lagi, titik banjir
tidak bisa diprediksi karena muncul secara tiba tiba. “Ada titik yang dulu
tidak ada, sekarang ada misal di Setu Babakan. Sekarang banjir karena
drainase-nya tidak lancar, tersumbat sampah.
menghilangkan
banjir dari Jakarta sangat sulit, mengingat geografis sebagian besar wilayahnya
berada di bawah permukaan air laut dan dialiri 13 sungai. Oleh sebab itu, yang
paling penting untuk menanggulangi banjir di Jakarta adalah kewaspadaan
masyarakat.
“Siapa
pun gubernurnya akan sangat sulit mengatasi banjir. Jadi warga harus bisa hidup
harmonis dengan ancaman bencana. Saat musim hujan jangan panik, siapkan
langkah-langkah evakuasi.
Banjir
merendam sejumlah wilayah Jakarta sejak hari Minggu 12 Januari yang lalu. Total
jumlah warga yang terdampak banjir di 5 wilayah Jakarta sebanyak 12.966 kepala
keluarga atau 46.360 jiwa. Kemudian warga yang telah bersedia mengungsi 26.666
jiwa yang tersebar di 65 lokasi pengungsian.
sejak
kepemimpinan Jokowi-Ahok hingga sekarang, masalah banjir sudah mulai diatasi
sedikit demi sedikit. Ada beberapa orang yang mengatakan kenapa baru di lakukan
berbagai cara menanggulangi banjir setelah terjadi banjir. Atau menyangkutkan
hal-hal lain yang menurut saya hanya bertujuan untuk menjatuhkan citra Gubernur
Jakarta saat ini. Dan juga menurut saya, seberapa bagus atau efektifnya cara
atau sistem, tidak akan berjalan lancar jika masyarakat/warga tidak menjalankan
sistem tersebut dengan baik. Jadi saya rasa, jika pemimpinnya sudah melakukan
berbagai cara untuk mengurangi banjir, namun masyarakatnya sendiri memicu
terjadinya banjir, saya rasa butuh waktu yang panjang agar masalah ini selesai.
Pendukung
Joko Widodo (Jokowi) ikut bicara soal masalah banjir yang melanda DKI Jakarta
belakangan ini. Kelompok bernama Sekretariat Nasonal (Seknas) Jokowi menyebut,
masalah bencana banjir tidak dapat dinyatakan semata-mata masalah Jakarta.
Dengan
kata lain, mereka meminta agar kesalahan tak ditujukan hanya kepada Jokowi
selaku gubernur DKI Jakarta.
"Bencana banjir di DKI Jakarta adalah masalah kawasan dan bahkan masalah nasional. Karenanya, sangat berkait dengan kemampuan melahirkan tata aturan yang dapat mensinergikan antara kebijakan daerah, kebijakan antardaerah dan kebijakan nasional," ujar keterangan resmi Presidium Seknas Jokowi, Muhammad Yamin
Seknas Jokowi pun menyerukan agar elite politik senantiasa teguh dalam mengembangkan kemampuan bekerja sama dalam mengatasi masalah rakyat. Juga menahan diri untuk tidak menggunakan masalah rakyat sebagai pijakan untuk mendapatkan keuntungan politik atau keuntungan lainnya.
Selain itu, lanjutnya, penanganan korban banjir di Jakarta hendaknya senantiasa bertumpu pada solidaritas dan gotong royong di kalangan masyarakat sipil. Ia pun berharap agar seluruh elemen bangsa dapat bahu membahu untuk dapat ikut meringankan beban korban musibah.
"Negara dalam hal ini diminta rakyat agar dapat hadir sesuai dengan mandat konstitusi atau hadir sebagaimana mana maksud keberadaannya. Kita ingin negara dipulihkan watak sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah rakyat."
Seknas Jokowi makin melihat betapa pentingnya segera menjadikan Jokowi sebagai capres. Seknas Jokowi pun meminta keikhlasan politik dari kalangan elite. Ini mengingat arus bawah demokrasi mengalir makin deras. "Rakyat pada akhirnya akan mencari dan membangun jalannya sendiri.
"Bencana banjir di DKI Jakarta adalah masalah kawasan dan bahkan masalah nasional. Karenanya, sangat berkait dengan kemampuan melahirkan tata aturan yang dapat mensinergikan antara kebijakan daerah, kebijakan antardaerah dan kebijakan nasional," ujar keterangan resmi Presidium Seknas Jokowi, Muhammad Yamin
Seknas Jokowi pun menyerukan agar elite politik senantiasa teguh dalam mengembangkan kemampuan bekerja sama dalam mengatasi masalah rakyat. Juga menahan diri untuk tidak menggunakan masalah rakyat sebagai pijakan untuk mendapatkan keuntungan politik atau keuntungan lainnya.
Selain itu, lanjutnya, penanganan korban banjir di Jakarta hendaknya senantiasa bertumpu pada solidaritas dan gotong royong di kalangan masyarakat sipil. Ia pun berharap agar seluruh elemen bangsa dapat bahu membahu untuk dapat ikut meringankan beban korban musibah.
"Negara dalam hal ini diminta rakyat agar dapat hadir sesuai dengan mandat konstitusi atau hadir sebagaimana mana maksud keberadaannya. Kita ingin negara dipulihkan watak sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah rakyat."
Seknas Jokowi makin melihat betapa pentingnya segera menjadikan Jokowi sebagai capres. Seknas Jokowi pun meminta keikhlasan politik dari kalangan elite. Ini mengingat arus bawah demokrasi mengalir makin deras. "Rakyat pada akhirnya akan mencari dan membangun jalannya sendiri.
· Ahok
Akan 'Usir' Warga yang Berada di Pinggiran Sungai
Pemprov
DKI Jakarta akan "mengusir" semua warga yang tinggal di bantaran
sungai. Hal ini dilakukan sebagai program normalisasi semua sungai yang
membelah Ibu Kota, agar dapat rampung tahun ini.
"Usir
semua orang yang dudukin pinggiran sungai untuk normalisasi. Tahun ini harus
beres. Normalisasi (sungai) Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, harus beres. Warga
direlokasi ke rusun," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) di Balai Kota
Ahok mengakui, relokasi warga bantaran kali ke rusun bukan perkara enteng. Butuh waktu panjang. Jumlah warga yang menetap di sisi sungai juga tak sedikit. Di Sungai Ciliwung, misalnya, lebih dari 55 ribu kepala keluarga (KK) tinggal di pinggir kali.
"Nah, Ciliwung lebih panjang karena ada 55 ribu lebih KK. Kita mesti tunggu (rusun) Pasar Minggu dan Pasar Rumput, selesai. Yang kita kejar sekarang tiga dulu, Angke, Pesanggrahan, dan Sunter," ujar Ahok.
Ahok mengakui, relokasi warga bantaran kali ke rusun bukan perkara enteng. Butuh waktu panjang. Jumlah warga yang menetap di sisi sungai juga tak sedikit. Di Sungai Ciliwung, misalnya, lebih dari 55 ribu kepala keluarga (KK) tinggal di pinggir kali.
"Nah, Ciliwung lebih panjang karena ada 55 ribu lebih KK. Kita mesti tunggu (rusun) Pasar Minggu dan Pasar Rumput, selesai. Yang kita kejar sekarang tiga dulu, Angke, Pesanggrahan, dan Sunter," ujar Ahok.
· Sejumlah
Politisi Kritik Pendukung Jokowi
Sejumlah
Politisi menilai banjir Jakarta harus menjadi 'peringatan' bagi berbagai pihak
untuk hati-hati mendorong pencapresan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Wasekjen
PKS Fahri Hamzah menilai, para pendukung Jokowi sebaiknya berefleksi dengan
kejadian banjir yang belum bisa dicegah oleh Jokowi. Bahwa mendorong Jokowi
menjadi capres hanya akan membuat situasi kerugian.
Fahri
mengatakan sikap dukungan dini kepada Jokowi itu yang membuatnya cenderung
menganggap dirinya berhasil sendiri hingga melawan semua pejabat negara
lainnya.
“Jokowi
dipanas-panasi untuk melawan DPRD, presiden, menteri maupun kepala daerah
lainnya. Padahal kan tak bisa kerja sendiri, dia butuh presiden, butuh DPRD,
butuh gubernur daerah lain dan bupati daerah lain.
Sekjen
PPP Romahurmuzy menambahkan, Jokowi sebaiknya tidak diganggu para pendukungnya
agar berkonsentrasi di bekerja di Jakarta.
"Kita
harus kembali ke politik substansi bukan kemasan. Masyarakat cukup kenyang
dengan politik pencitraan yang ujungnya menimbulkan kekecewaan. Saya harap hal
itu jangan diulangi lagi,” katanya.
Romahurmuzy
melanjutkan, belum ada hasil kerja Jokowi yang signifikan karena banjir masih
terjadi. Misalnya banjir besar yang terjadi 1997 lalu masih terjadi di 2014
ini.
"Itu
baru persoalan banjir belum lagi persoalan lainnya," tegasnya.
Sebelumnya,
Pengamat Politik UGM Ari Dwipayana, menilai sejumlah pihak seharusnya tidak
mengkritik dengan menganggap Jokowi tak konsentrasi dengan tugasnya.
Menurutnya,
tidak benar apabila ada pihak yang menganggap Jokowi terganggu kerjanya hanya
karena wacana pencapresan itu. Menurutnya, Jokowi justru konsisten karena fokus
perhatiannya lebih dicurahkan untuk menghadapi dua soal yang paling berat di
DKI Jakarta, yakni macet dan banjir.
Hal itu
juga terlihat dari politik anggaran di APBD 2013 dan 2014 yang lebih banyak
dialokasikan ke penanganan banjir dan macet.
"Jadi
fokus jokowi bisa dilihat dari program dan alokasi anggarannya," imbuhnya.
Dorongan
agar Jokowi jadi capres juga murni datang dari publik yang melihat gaya
kepemimpinan Jokowi yang bekerja baik dan benar. Tipe kepemimpinan demikian
justru diharapkan jadi antitesis kepemimpinan pencitraan.
Referensi
: http://www.beritasatu.com/nasional/160506-sejumlah-politisi-kritik-pendukung-jokowi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar