Kamis, 23 Januari 2014

PRA DAN PASCA JOKOWI MENGATASI BANJIR IBU KOTA




·         Banjir Sebelum dan Setelah Kepemimpinan Jokowi
Titik banjir di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo alias Jokowi diklaim lebih sedikit daripada masa pemerintahan Fauzi Bowo alias Foke. Titik-titik banjir di Ibukota pada masa Jokowi jumlahnya hanya separuh dari titik banjir saat Foke memimpin.
“Titik banjir di zaman Foke awalnya 78, terus ada BKT turun jadi 62. Zaman Pak Jokowi turun lagi jadi 45 dan sekarang sudah 35 titik,” kata Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Danang Susanto di Balaikota DKI Jakarta.
genangan yang ada di kawasan Pluit juga jauh berkurang setelah program normalisasi waduk dilakukan oleh Jokowi. Begitu pula titik banjir di Jalan Sudirman-Thamrin sudah tidak terdampak banjir pada musim banjir kali ini.
 musim hujan pada tahun ini belum mencapai puncaknya. Terlebih lagi, titik banjir tidak bisa diprediksi karena muncul secara tiba tiba. “Ada titik yang dulu tidak ada, sekarang ada misal di Setu Babakan. Sekarang banjir karena drainase-nya tidak lancar, tersumbat sampah.
 menghilangkan banjir dari Jakarta sangat sulit, mengingat geografis sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan air laut dan dialiri 13 sungai. Oleh sebab itu, yang paling penting untuk menanggulangi banjir di Jakarta adalah kewaspadaan masyarakat.
“Siapa pun gubernurnya akan sangat sulit mengatasi banjir. Jadi warga harus bisa hidup harmonis dengan ancaman bencana. Saat musim hujan jangan panik, siapkan langkah-langkah evakuasi.
Banjir merendam sejumlah wilayah Jakarta sejak hari Minggu 12 Januari yang lalu. Total jumlah warga yang terdampak banjir di 5 wilayah Jakarta sebanyak 12.966 kepala keluarga atau 46.360 jiwa. Kemudian warga yang telah bersedia mengungsi 26.666 jiwa yang tersebar di 65 lokasi pengungsian.
sejak kepemimpinan Jokowi-Ahok hingga sekarang, masalah banjir sudah mulai diatasi sedikit demi sedikit. Ada beberapa orang yang mengatakan kenapa baru di lakukan berbagai cara menanggulangi banjir setelah terjadi banjir. Atau menyangkutkan hal-hal lain yang menurut saya hanya bertujuan untuk menjatuhkan citra Gubernur Jakarta saat ini. Dan juga menurut saya, seberapa bagus atau efektifnya cara atau sistem, tidak akan berjalan lancar jika masyarakat/warga tidak menjalankan sistem tersebut dengan baik. Jadi saya rasa, jika pemimpinnya sudah melakukan berbagai cara untuk mengurangi banjir, namun masyarakatnya sendiri memicu terjadinya banjir, saya rasa butuh waktu yang panjang agar masalah ini selesai.
Pendukung Joko Widodo (Jokowi) ikut bicara soal masalah banjir yang melanda DKI Jakarta belakangan ini. Kelompok bernama Sekretariat Nasonal (Seknas) Jokowi menyebut, masalah bencana banjir tidak dapat dinyatakan semata-mata masalah Jakarta.
Dengan kata lain, mereka meminta agar kesalahan tak ditujukan hanya kepada Jokowi selaku gubernur DKI Jakarta.

"Bencana banjir di DKI Jakarta adalah masalah kawasan dan bahkan masalah nasional. Karenanya, sangat berkait dengan kemampuan melahirkan tata aturan yang dapat mensinergikan antara kebijakan daerah, kebijakan antardaerah dan kebijakan nasional," ujar keterangan resmi Presidium Seknas Jokowi, Muhammad Yamin

Seknas Jokowi pun menyerukan agar elite politik senantiasa teguh dalam mengembangkan kemampuan bekerja sama dalam mengatasi masalah rakyat. Juga menahan diri untuk tidak menggunakan masalah rakyat sebagai pijakan untuk mendapatkan keuntungan politik atau keuntungan lainnya.

Selain itu, lanjutnya, penanganan korban banjir di Jakarta hendaknya senantiasa bertumpu pada solidaritas dan gotong royong di kalangan masyarakat sipil. Ia pun berharap agar seluruh elemen bangsa dapat bahu membahu untuk dapat ikut meringankan beban korban musibah.

"Negara dalam hal ini diminta rakyat agar dapat hadir sesuai dengan mandat konstitusi atau hadir sebagaimana mana maksud keberadaannya. Kita ingin negara dipulihkan watak sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah rakyat."

 Seknas Jokowi makin melihat betapa pentingnya segera menjadikan Jokowi sebagai capres. Seknas Jokowi pun meminta keikhlasan politik dari kalangan elite. Ini mengingat arus bawah demokrasi mengalir makin deras. "Rakyat pada akhirnya akan mencari dan membangun jalannya sendiri.
·         Ahok Akan 'Usir' Warga yang Berada di Pinggiran Sungai
Pemprov DKI Jakarta akan "mengusir" semua warga yang tinggal di bantaran sungai. Hal ini dilakukan sebagai program normalisasi semua sungai yang membelah Ibu Kota, agar dapat rampung tahun ini.
"Usir semua orang yang dudukin pinggiran sungai untuk normalisasi. Tahun ini harus beres. Normalisasi (sungai) Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, harus beres. Warga direlokasi ke rusun," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota

Ahok mengakui, relokasi warga bantaran kali ke rusun bukan perkara enteng. Butuh waktu panjang. Jumlah warga yang menetap di sisi sungai juga tak sedikit. Di Sungai Ciliwung, misalnya, lebih dari 55 ribu kepala keluarga (KK) tinggal di pinggir kali.

"Nah, Ciliwung lebih panjang karena ada 55 ribu lebih KK. Kita mesti tunggu (rusun) Pasar Minggu dan Pasar Rumput, selesai. Yang kita kejar sekarang tiga dulu, Angke, Pesanggrahan, dan Sunter," ujar Ahok.
·         Sejumlah Politisi Kritik Pendukung Jokowi
 Sejumlah Politisi menilai banjir Jakarta harus menjadi 'peringatan' bagi berbagai pihak untuk hati-hati mendorong pencapresan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Wasekjen PKS Fahri Hamzah menilai, para pendukung Jokowi sebaiknya berefleksi dengan kejadian banjir yang belum bisa dicegah oleh Jokowi. Bahwa mendorong Jokowi menjadi capres hanya akan membuat situasi kerugian.
Fahri mengatakan sikap dukungan dini kepada Jokowi itu yang membuatnya cenderung menganggap dirinya berhasil sendiri hingga melawan semua pejabat negara lainnya.
“Jokowi dipanas-panasi untuk melawan DPRD, presiden, menteri maupun kepala daerah lainnya. Padahal kan tak bisa kerja sendiri, dia butuh presiden, butuh DPRD, butuh gubernur daerah lain dan bupati daerah lain.
Sekjen PPP Romahurmuzy menambahkan, Jokowi sebaiknya tidak diganggu para pendukungnya agar berkonsentrasi di bekerja di Jakarta.
"Kita harus kembali ke politik substansi bukan kemasan. Masyarakat cukup kenyang dengan politik pencitraan yang ujungnya menimbulkan kekecewaan. Saya harap hal itu jangan diulangi lagi,” katanya.
Romahurmuzy melanjutkan, belum ada hasil kerja Jokowi yang signifikan karena banjir masih terjadi. Misalnya banjir besar yang terjadi 1997 lalu masih terjadi di 2014 ini.
"Itu baru persoalan banjir belum lagi persoalan lainnya," tegasnya. 
Sebelumnya, Pengamat Politik UGM Ari Dwipayana, menilai sejumlah pihak seharusnya tidak mengkritik dengan menganggap Jokowi tak konsentrasi dengan tugasnya.
Menurutnya, tidak benar apabila ada pihak yang menganggap Jokowi terganggu kerjanya hanya karena wacana pencapresan itu. Menurutnya, Jokowi justru konsisten karena fokus perhatiannya lebih dicurahkan untuk menghadapi dua soal yang paling berat di DKI Jakarta, yakni macet dan banjir.
Hal itu juga terlihat dari politik anggaran di APBD 2013 dan 2014 yang lebih banyak dialokasikan ke penanganan banjir dan macet.
"Jadi fokus jokowi bisa dilihat dari program dan alokasi anggarannya," imbuhnya.
Dorongan agar Jokowi jadi capres juga murni datang dari publik yang melihat gaya kepemimpinan Jokowi yang bekerja baik dan benar. Tipe kepemimpinan demikian justru diharapkan jadi antitesis kepemimpinan pencitraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar